Monday, September 11, 2017

Evolusi tusuk gigi dadakan

Disini, saya tak akan bercerita panjang lebar tentang sejarah asal mula penciptaan tusuk gigi. Tapi cuma sekedar mau membandingkan tusuk gigi yang dulu sering saya gunakan disaat masih kecil, dengan tusuk gigi yang kebetulan saya beli kemarin di sebuah supermarket.

Dulu, di kampung. Ketika masih kecil saat makan pohon tebu. Eeh...disebutnya apa ya, pohon tebu atau batang tebu. Atau daging tebu, apa cukup di sebut tebu aja.

Okelah, saya milih menyebut tebu aja.

Jadi, saat masih kecil, saya doyan banget makan tebu. Tebu berwarna kuning keijo-ijoan yang saya tak tahu nama asli atau nama latinnya. Yang jelas lebih manis jika dibandingkan dengan tebu berwarna hitam kecoklatan dan juga sekaligus besar itu.

Nah, setiap kali menghabiskan satu ruas tebu, maka serat-seratnya pun selalu tertinggal disela-sela gigi. Terasa mengganjal dan membuat tak nyaman untuk melanjutkan ruas berikutnya.

Disinilah fungsi kehadiran tusuk gigi untuk mengakhiri ketidaknyamanan pada mulut. Agar ruas-ruas tebu selanjutnya bisa terkunyah sampai ruas yang terakhir.

Tapi, tusuk gigi yang saya gunakan pada saat itu, tidak sama dengan tusuk gigi yang digunakan sekarang. Seperti yang ada di meja-meja warteg, di warung-warung nasi padang, atau di restoran-restoran hotel berbintang. Yang tusuk giginya disimpan dalam botol kecil dengan beberapa titik lubang sebagai jalan keluarnya. Yang terbuat dari kayu atau bambu dengan rautan halus dan berujung runcing lagi kuat. Bahkan beberapa jenis tusuk gigi telah diberi ukiran unik di salah satu ujungnya, khususnya di restoran mewah yang pelayanannya serba wah.

Tusuk gigi yang saya gunakan cukup simpel, tergantung apa saja yang secara spontan bisa teraih dengan tangan. Seperti saat sedang asyik memakan tebu. Karena saat itu tempat mengupas kulit tebu berdekatan dengan pohon salak, maka secara spontan duri-duri salak yang berbaris secara acak pada pelapahnya pun jadi senjata pemungkas. Tinggal tusuk,korek, tarik lalu buang. Jika patah, ambil lagi. Tak pernah takut kehabisan tusuk gigi, karena satu pelepah bisa sampai ratusan duri salak. Dan satu pohon salak bisa mempunyai puluhan pelepah. Sementara disitu ada sekitar puluhan pohon salak. Jadi silahkan hitung sendiri, berapa kira-kira duri-duri salak yang bisa dijadikan tusuk gigi. Masalah khawatir melukai gusi, tak terpikir oleh otak saya saat itu.

Berbicara tentang tusuk gigi, setiap orang pasti mempunyai imajinasi dadakan yang berbeda untuk menggantikannya, saat tusuk gigi itu tak ada namun dibutuhkan saat itu juga.

Seperti ketika saya tinggal di Batang, Semarang, Jawa Tengah. Saya masih ingat, di sebuah warung sederhana yang menjadi langganan saya, juga menjadi langganan para pekerja sawmill kayu pallet yang berjumlah sekitar 20 orang.

Sesaat setelah makan, dan butuh tusuk gigi namun tusuk gigi yang tersedia didalam botol kecil diatas meja telah habis. Maka tangan-tangan para pekerja itu, tanpa di komando beralih ke dinding warung yang terbuat dari gedek bambu. Terciptalah tusuk gigi dadakan. Tusuk gigi gedek bambu berdebu.

Sebenarnya ada niat untuk ikut berjamaah mengikutinya. Bukankah lebih afdol saat melakukan sesuatu secara berjamaah…?

Tapi urung saya lakukan, mengingat mereka memanggil saya sebagai mandor.

Untuk mendapatkan tusuk gigi dadakan, sebenarnya banyak sekali cara yang bisa di lakukan asal sesuai dengan waktu dan tempat. Dan biasanya jenis cara yang dilakukan berbeda-beda sesuai dengan tempat, tingkat umur dan tingkat pendidikan.

Contohnya saat saya masih kecil yang tinggal dikampung dan minim pendidikan, asal comot duri salak lalu jadi tusuk gigi, tanpa berpikir itu bisa melukai gusi.  Lalu para pekerja kayu dewasa yang juga tinggal dikampung dan minim pendidikan, asal cungkil dinding dari gedek bambu berdebu untuk diubah jadi tusuk gigi, tanpa berpikir itu kotor dan tentu mengandung kuman yang tak bagus buat kesehatan.

Lalu bagaimana dengan orang yang tak tinggal dikampung dan berpendidikan…?

Beberapa kali saya melihat orang dengan setelan kemeja yang menurut penafsiran saya adalah orang kantoran. Yang berarti bukan dikampung dan berpendidikan jika dibanding saya dan para pekerja tadi, menggunakan tusuk gigi dadakan dari paper clip yang di luruskan. Bahkan pernah melihat orang yang menggunakan alat yang sering dipakai untuk mengeluarkan simcard pada Iphone atau hp android unibody, sebagai tusuk gigi dadakannya.

Para ibu-ibu, mungkin tanpa sadar pernah menggunakan sekali atau dua kali peniti sabagai tusuk gigi dadakannya. Atau jarum, atau jarum pentul bagi mereka yang kebetulan bejilbab.

Anak-anak sekolah mungkin menggunakan kertas yang lipat-lipat sampai runcing sebagai tusuk gigi dadakannya. Tapi ini kurang bagus, karena sekali tusuk, kertasnya langsung basah oleh air liur dan menjadi hancur. Alternatif lain yang lebih bagus adalah bungkusan plastik camilan “chiki-chiki”, selain lebih runcing juga tahan lama karena tak mudah hancur seperti kertas tadi.

Oh ya, selain duri salak sebagai tusuk gigi dadakan, ujung tangkai ilalang atau tangkai padi juga sering mengiringi perjalanan saya saat menyusuri pematang sawah. Walau sebenarnya tak ada sisa makanan yang terselip disana. Cuma iseng aja.

Dan lain lagi ceritanya saat nonton tv bareng dirumah tetangga sebelah. Ini pun waktu masih kecil. Dinding kamar yang terbuat dari tripleks, perlahan namun pasti, terkelupas secara diam-diam untuk satu tujuan, yaitu tusuk gigi dadakan. Karena sapu lidi yang biasanya disimpan di belakang pintu disembunyikan oleh yang empunya rumah. Mungkin karena sapu lidinya semakin memendek dan hampir habis oleh ulah saya dan anak-anak lainnya yang iseng menjadikannya tusuk gigi dadakan. Tapi, beberapa orang tua juga memakai sapu lidi itu juga kok… saya berani sumpah, demi Tuhan.

Nah, hari ini kebetulan saya membeli tusuk gigi yang saya rasa berbeda jauh dengan yang sering saya gunakan dulu. bahannya dari plastik yang lumayan keras dengan ujung yang melengkung. Runcing, sudah pasti. Dan bentuknya seperti gergaji jigsaw yang sering dipakai oleh untuk membuat huruf-huruf dari kayu lunak. Ada serabut benang nilonnya. Kuat untuk digesekkan bekali-kali disela-sela gigi yang rapat sekalipun. Benang nilonnya ini pun mengingatkan saya pada saat menggunakan benang layangan putus untuk membersihkan sela-sela gigi.

Dengan tusuk gigi baru ini, untuk sementara waktu, saya akan melupakan semua tusuk gigi dadakan….

Terima kasih telah ikut berkontribusi dimasa kecil saya, tanpa kalian tak akan lahir cerita ini.

Selamat tinggal duri salak, tangkai padi dan ilalang….

Selamat tinggal dinding tripleks, sapu lidi, kertas dan bungkusan chiki-chiki…

Selamat tinggal paper clip, peniti dan jarum…

Saturday, April 1, 2017

BAHAGIA ITU SEDERHANA...

Bismillahirrahmanirrahim...


Sampai saat ini Saya masih menganggap, bahwa salah satu cara paling mujarab untuk menciptakan kebahagiaan sederhana walaupun cuma sekejap, adalah berbuat iseng.
Entah mengapa dengan melakukan satu keisengan, Saya merasa ada kepuasan tersendiri yang kemudian Saya terjemahkan sebagai kebahagiaan sederhana. Dan Saya yakin sebagian besar dari kita punya cara tersendiri untuk menciptakan kebahagiaan sederhana itu walaupun mungkin dengan cara yang berbeda. Tapi disini, Saya lebih memilih cara yang sederhana, yaitu cukup berbuat iseng.


Mungkin bagi kalian ini terdengar sedikit konyol dan tidak masuk akal, tetapi tidak bagi saya. Karena menurut penafsiran otak saya, kebahagiaan yang sederhana itu bisa diciptakan dan selalu ada di sekeliling kita, kapan saja dan dimana saja.

Sebagai contoh, setiap kali berjalan di trotoar, saya selalu menyempatkan diri untuk meniti batas pinggiran trotoar yang lebih tinggi barang sejenak, sekitar 7 sampai 10 langkah. Entah kenapa, saya menikmatinya. Dan itu saya anggap sebagai kebahagiaan sederhana.
Di lain waktu, saat sedang makan, jumlah biji nasi yang masih tersisa karena tak terangkut oleh cidukan sendok, Saya hitung satu persatu sebelum saya kumpulkan di tepi lekukan piring, yang selanjutnya Saya ciduk ulang dengan sendok hingga tak tersisa. Dan saya menikmatinya. Kebahagiaan sederhana yang kedua.

Ok, daripada harus panjang lebar, inilah daftar keisengan Saya yang kemudian
Saya artikan sebagai kebahagiaan sederhana.




1. Saat masih kecil, setiap kali menemukan penumpukan aspal di jalan raya, maka saya rela untuk panas-panasan hanya untuk menulis nama diatas aspal yang mulai lembek karena terik matahari dengan menyusun batu-batu kerikil.

                                   

2. Sambil membakar sampah, lelehan bahan plastik yang terbakar dengan warna yang berbeda, kadang saya satukan diatas benda keras yang rata seperti triplex atau papan kayu, hanya untuk menciptakan distorsi warna yang saya anggap indah dan punya nilai seni.




3. Setiap kali harus menjadi tukang kayu dadakan di rumah karena ada yang perlu di perbaiki, entah mengapa pada saat ritual memaku, selalu saja ada irama pukulan palu sebelum paku benar-benar tertancap ke dalam kayu.




4. Di saat ada kesempatan untuk menyiram tanaman, tak pernah lupa untuk mengagetkan orang yang lewat dengan pura-pura tak sengaja menyirami kakinya.




5. Ketika tahu ada seorang teman yang takut gelap, maka saklar lampu sering saya jadikan pemicu ketakutannya, dengan alasan mati lampu. Lalu bilang , wuuuuu ada hantu....




6. Ketika sedang belajar bersama, sobekan kertas yang tidak terpakai pasti akan jadi rebutan untuk dijadikan bola-bola kecil, lalu di lempar ke keranjang tempat sampah seolah sedang main bola basket.




7. Di dalam WC, pada saat menunggu proses keluarnya kotoran dari lubang pantat, entah mengapa tangan saya sibuk menulis sesuatu diatas air yang ada di ember. Bahkan berulang-ulang sampai lubang pantat tidak lagi bekerja memotong-motong kotoran. 




8. Seandainya saya seorang perokok, mungkin saya juga akan melakukan hal yang sama seperti mereka yang merokok, seperti membuat bulatan-bulatan pada saat membuang asapnya, atau sesekali memutar rokok yang masih menyala di dalam mulut dengan menggunakan keahlian lidah. 




9. Walaupun sebenarnya kotor, tapi pada saat waktu dan tempatnya pas, maka saya akan melakukanya.
Contohnya saat melihat ada genangan air yang sedikit berlumpur dan ada tembok disampingnya yang sudah dicat walaupun kusam. Dengan modal hentakan kaki saya mencoba membuat lukisan abstrak di tembok dengan air lumpur itu.




10. Saat naik sepeda, cara berhenti yang paling sering saya lakukan adalah dengan melompat lebih dulu  baru menangkap sedel tempat duduknya dari arah belakang. Tapi teman saya punya cara lain, yaitu dengan membuat gerakan sedikit berbelok sambil memiringkan stangnya sehingga ban belakang akan terseret sampai berhenti. Katanya dia puas mendengar suara bannya yang terseret.


11. Dirumah, ketika melihat kucing lagi bengong, otak iseng saya tiba-tiba bekerja untuk menipunya. Cukup dengan memainkan suara ckckck....sambil tangannya menggenggam seolah punya makanan dan siap untuk di bagi, dengan cepat kucing berdiri kegirangan. Lalu saya pura-pura melempar, si kucing pun siap berlari mengejar arah lemparan, tapi tak ada makanan. Si kucing terdiam, dari tatapannya saya tahu dia kecewa. Tapi aku puas...




12. Saat membuat tulisan, tidak lupa untuk memberi judul yang menggoda padahal isinya mengada-ada.








Bersambung....

KARENA CINTA, ENGKAU ADA

Bahwa keindahan cinta itu, lebih dari apa yang engkau tulis di dalam puisimu.
Bahkan seribu syair pujangga yang kau satukan dalam bukumu itu pun, belum mampu menuangkan keindahannya padamu.

Dan jangan pula engkau menganggap bahwa helaian warna pelangi di senja itu, sebagai jawaban keindahan seperti yang engkau bayangkan.

Apalagi bunga yang dari kuncup hingga dia merekah, bukanlah wajah cinta yang sesungguhnya, karena kelak ia kan terkulai layu menyembah keabadian sang waktu yang  menggilasnya.

Cinta itu bukan kata, yang teranyam hanya dari jalinan lima aksara. Hingga engkau begitu pongah saat mampu menuliskannya dengan tinta. Tapi dialah aksara itu, yang tanpa engkau tata, ia kan tetap ada dengan sejuta penafsirannya.

Cinta itu bukanlah syair punjangga yang berdesakan untuk kau ucapkan, tapi dialah yang mendesakmu untuk mencipta hingga berjuta-juta.

Cinta bukan pula helaian warna yang terajut indah menyejukkan mata,  tapi dia ada diantaranya, diantara warna dan mata yang melihatnya.

Cinta juga bukanlah bunga yang teriring bersama kecupannya, apalagi di terjemahkan sebagai lambang sempurna saat mengungkapkannya.

Karena dia tercipta jauh sebelum semua itu ada, sebelum bunga bersama kecupannya, sebelum engkau mengungkapkannya.


Pahamilah cinta, cukup dengan bahasa sederhana.
Bahwa engkau ada karenanya.
Bahwa karenanya semua tercipta.


Westport, 300317

Friday, March 24, 2017

Azkaniora Syaquilla Zauza

Kuberi ia nama Azkaniora Syaquilla Zauza
Yang kupetik dari lembaran daun kaca, di rerimba maya.
Lengkung garis kening ibunya tiba-tiba menggeliat nyata, mengeriputkan ukiran pola tanda tanya tentang apa gerangan artinya.
Maka kujelaskan dari ejaan pertama pada huruf A, bahwasanya A manjadi awal dari deretan aksara yang akan dunia baca. Lalu huruf Z yang menjadi akhir dari deretan aksara itu, biarlah penjadi penutup sekaligus menjadi saksi bahwa dunia akan mengabadikan namanya. Itu saja.
"Itu saja....? 
"Ya, itu saja...!!
"Tidak cukupkah 7 buah huruf A dinamanya untuk bisa membuat ia di kenal didunia..?
Tunggulah, waktu akan menggiringnya dimana dunia telah siap dengan mahkota untuknya, percayalah...
Dan ingat, namanya adalah Azkaniora Syaquilla Zauza...
Westport, 24032017

Saturday, March 18, 2017

Kebenaran abstrak tiga dimensi

Ada kalanya sesuatu yang kita yakini benar sebenar-benarnya, namun ternyata masih dianggap salah oleh sebagian orang yang ada di sekeliling kita. Entah yang kita yakini itu adalah tentang cara atau formula-formula, entah itu tentang solusi penyelesaian suatu  masalah, ataupun tentang kesimpulan akhir yang kita putuskan dalam musyawarah bersama.

Kebenaran itu seolah benda asing dengan bentuk abstrak yang menampakkan dua sisi berbeda atau bahkan lebih, dari setiap orang yang melihatnya. Sehingga sudut pandang yang datang dari arah yang tak sama akan melahirkan penafsiran yang berbeda atau bahkan bertentangan secara nyata .

Saat orang pertama melihat dari sudut pandang sebelah kiri dengan penafsiran warna putih berbentuk bulat, orang kedua yang melihat dari arah sudut pandang sebelah kanan bisa saja punya penafsiran warna abu-abu berbentuk lonjong.

Sedangkan orang ketiga yang melihat dari arah depan dengan penafsiran warna hitam berbentuk kotak, bisa saja berbeda dengan orang keempat yang melihat dari arah belakang dengan penafsirannya yang warna coklat berbentuk oval.

Lalu orang kelima yang  melihat dari arah bawah dan menafsirkan warna merah dengan bentuk segitiga, juga bisa berbeda dengan orang keenam yang melihat dari atas yang mungkin punya penafsiran warna kuning berbentuk prisma.

Dan seterusnya...

Sehingga, penafsiran dari mereka yang melihat dari arah sudut pandang tertentu, yang memandang dari titik kemiringan derajat yang berbeda, yang memetakan pola dengan tingkat skala yang tak sama, yang membaca dengan jangkauan nalar seadanya, yang menimbang dengan kesanggupan neraca kearifannnya, dan yang mengukur dengan porsi nurani keadilannya, akan melahirkan penafsiran yang berbeda-beda.

Lalu siapa diantara mereka yang punya penafsiran paling benar ?
Haruskah ada penafsiran yang di salahkan agar ada satu penafsiran kebenaran yang tercipta ?

Mungkin memang ada baiknya benda asing yang berbentuk abstrak itu kita letakkan di atas meja, agar kita semua bisa mengamatinya secara bersama dengan seksama dan sedetail-detainya. Sehingga mulai dari warna, bentuk, pola,massa, ukuran, berat, besar, dan volumenya, bisa kita satukan dalam persepsi yang sama.

Karena penafsiran kebenaran itu selalu datang dari alasan-alasan dan dengan maksud  dan tujuan-tujuan, maka akhirnya saya berani mencoba untuk menafsirkan, bahwa tak ada penafsiran kebenaran yang benar-benar tertafsir secara benar sebenar-benarnya.

Tapi entahlah....

Tuesday, March 14, 2017

BUBBLE WRAP THERAPY ( TERAPI GELEMBUNG UDARA)

Terkadang tanpa kita sadari, ada hal-hal kecil yang jauh dari jangkauan logika kita, tapi ternyata mampu membuat kita terdiam seolah memaksa otak kita untuk berpikir sejenak. Ya, seperti itulah yang saya rasakan malam ini. Sesuatu hal yang kecil dan remeh temeh, atau bahkan mungkin sebagian orang  malah menganggapnya aneh dan nyeleneh.

"Bang, Mr.Kumar sebentar lagi nyampe ke situ, barangnya tolong di terima ya,..."
"Jangan lupa sign, resinya simpen di folder requisition" suara officer saya lewat walky-talky channel 09.

"Ok bro" kata saya singkat.
Bukan berarti ga sopan loh ya, sama officer ngomong begitu, ...!  Tapi lebih karena persahabatan, maklum usianya masih di bawah saya, masih unyu-unyu. Dan bagi dia pun, itu tak jadi masalah. Salut kan sama officer saya.....?

Tidak butuh waktu lama, Mr.Kumar pun datang dengan membawa satu kotak kecil yang terbungkus rapi, indah dan mempesona. (Alah...bungkus barang kok ampe indah mempesona segala).

Setelah saya buka, ternyata isinya adalah detektor gas. Pantes aja di bungkusnya ampe rapi, indah dan mempesona begitu,  maksudnya agar selama proses pengiriman, barang tetap aman dan terkendali. ( aman dan terkendali...? Emang security lagi laporan ke pos jaga habis keliling di gudang kosong ...? hehe...)

Setelah saya pastikan semua beres, cocok, klop, kompak, sama,ga beda, ga cacat, dan sesuai dengan semua yang tercantum di list requisition, maka barangnya pun saya simpan di laci ship office agar tetap aman dan terkendali.

Untuk bungkusnya, pluk...! Telah mendarat paksa di dasar tempat sampah. Saya buang begitu saja tanpa memikirkan lagi jasa-jasanya. Saya jahat sekali ya...?

Eit...tapi tiba-tiba rantai otak saya berhenti, dan kembali mengayuh laju ingatan saya ke beberapa detik sebelumnya. Sepertinya sensor perasa dari ari-ari kulit jari saya sempat merasakan beberapa detik kelembutan, ketika saya membuang sampah plastik pembungkus detektor gas itu. Saya pun memungutnya lagi, lalu meremasnya berulang-ulang. Dan wow, saya merasakan ada sensasi kenyamanan lembut yang berujung pada kenikmatan yang sulit untuk di jelaskan. Saya remas lagi, lagi dan lagi, mencoba untuk merasakan lebih dalam agar rasa nikmat ini bisa saya jelaskan dengan bahasa lugas dan sederhana. Tapi saya sama sekali tak mampu menemukan kata yang bisa mewakili dan mengejawantahkannya.

"Itu namanya Bubble Wrap, emang enak kalo di remas-remas, apalagi kalo di mletus-mletusin, bikin ketagihan..." officer saya tiba-tiba meraihnya tanpa permisi dari tangan saya. Kenikmatan sesaat saya pun seakan teraniaya karena terenggut secara paksa. Tapi lima menit kemudian, saya dan officer saya telah duduk akur bersama sambil meremas remas menikmati kelembutan dan kekenyalan si Bubble Wrap, juga memecahkan gelembung udaranya satu-persatu hingga tak tersisa.

Dari situ saya mulai berpikir, mungkin Bubble Wrap ini bisa di jadikan sebagai media untuk terapi mengatasi kebosanan dan kejenuhan,  karena tanpa terasa guliran jarum jam seakan tergilas rata saat gelembung udaranya pecah di ujung jemari tangan. Ada sensasi yang sulit untuk dijelaskan saat gelembung udara itu pecah.
Atau juga mungkin bisa sebagai media pengalih ketagihan pada rokok yang tidak menyehatkan, karena setelah saya perhatikan selama si Bubble Wrap di tangan officer saya, dia sama sekali lupa dengan rokoknya, koreknya, bibirnya, atau bahkan bibir kekasihnya. Hehehe...
Lainnya mungkin juga bisa sebagai peransang sensor motorik bagi para penderita stroke yang butuh gerakan perlahan, seperti meremas remas sambil memecahkan gelembung-gelembung udaranya.
Dan yang terakhir mungkin juga bisa sebagai penyetara rasa pada remasan ke "sesuatu" bagi para jomblo kesepian yang tak punya pasangan. Dan saya sangat  yakin kalian semua pasti faham maksud saya. Hehehehehe....

Maka dari itu, ide cemerlang yang bisa saya sumbangkan hari ini pada kalian walaupun cuma hal-hal kecil, remeh-temeh, aneh dan nyeleneh adalah, "jangan sia-siakan si Bubble Wrap dengan menganggapnya sebagai sampah setelah terpakai sebagai pebungkus pengaman benda, tapi jadikanlah ia sebagai benda yang serbaguna".

Salam Bubble Wrap....!

Penulis memo adalah bukan penulis yang baik

Bismillahirrahmanirrahim...

Ternyata, untuk memulai kalimat pengantar pertama saja, saya masih butuh beberapa menit setelah berkali-kali  menghapus dan menghapus. Saya bingung mau memulai dari mana, dan dengan kata apa sehingga tampak lebih elegan, dinamis, bermartabat, komperehensif dan.... ( nah...maksud saya seperti ini nih, kadang-kadang ngelantur, padahal untuk tema kali ini cuma sekedar mau membahas tentang kalimat pengantar pertama saat menulis, tapi larinya kemana-mana. Haddeuuuuhhhhh)

Saya perhatikan beberapa penulis memulai dengan kata Bismillah lalu di ikuti dengan salam kesejahteraan, sanjungan, rasa syukur, rasa terima kasih, dan rasa-rasa lainnya mulai dari keluarga besar sendiri di Aceh sampai keluarga kecil orang lain di Merauke, termasuk kepada dkk, dll, dsb,maupun dst-nya. (Nah bingung kan...?)

Tetapi ada juga penulis yang memulai tanpa harus ada kata Bismillah dan salam sejahtera, apalagi menyebutkan rasa syukur dan terima kasih kepada leluhur dan sekutu-sekutunya, dia langsung ke pokok masalah tanpa basa-basi, tanpa ba bi bu dan tanpa be bo be`, benar-benar to the point.
Tapi setelah saya pikir-pikir, penulis yang baik itu mungkin memang harus begitu, yang harus mengerti dan memahami psikologi pembacanya nanti. Sebagai contoh saya rasa tidak mungkin seorang penulis yang baik akan menulis seperti ini " Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, bismillahirrahmanirrahim, alhamdulilahirrabbilalamin, salam sejahtera.....bla bla bla.... lalu kalimat berikutnya seperti ini :

"Hari ini jangan lupa minum susu", lalu di tempel di pintu kulkas.
"Sedang sholat" terus di gantung dekat pintu masuk.
"Toko ini pindah ke seberang jalan" tertulis di rolling door.
"Maaf wc mampet" di gantung di gagang pintu toilet.
"Bayar hari ini, besok gratis" ditempel deket meja makan.
"Batas suci" tertulis di pinggiran keramik beranda mesjid.
"Yang bawa tulisan ini keponakan saya, ttd Kepsek"
Dan masih banyak lagi....

( maaf, sepertinya saya salah menganalisa, itu adalah penulis memo, dan saya rasa ga perlu ada kalimat pengantar, setuju kan...?). hehehehehhheee...

Maka akhirnya saya mencoba menyimpulkan bahwa penulis memo adalah bukan penulis yang baik, jika tulisan memonya masih di iringi dengan kalimat pengantar yang penuh basa-basi. Tapi entah bagi kalian.

Evolusi tusuk gigi dadakan